Delapan
keterampilan yang harus dimiliki seorang pemimpin perusahaan seperti yang diungkapkan oleh Ram Charan menyimpan sebuah pesan penting bahwa seorang pemimpin bukan
saja harus memiliki kemampuan manajerial
yang mumpuni, namun juga harus mampu
membawa perusahaan untuk lebih beretika,
fokus pada tujuan jangka panjang dalam
ranah ekonomi, sosial dan lingkungan..
Titik berat pembahasannya bukan lagi menyangkut
masalah manajerial, masalah sumberdaya manusia
perusahaan atau sistem internal semata, namun
penulis telah merambah kepada aspek eksternal
beserta komponennya yang juga dianggap memiliki
pengaruh penting bagi keberlanjutan perusahaan
di masa yang akan datang.
Pemimpin
masa depan harus menyukai tekanan sosial
yang hadir dalam perusahaan termasuk intervensi dari pemerintah. Bila tidak menyukainya, maka pemimpin akan disudutkan dalam
kondisi bertahan dan itu dianggap tidak
sehat untuk iklim bisnis ke depannya. Di sinilah dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang mampu mengembangkan kerangka kerja dan metodologi
yang efektif sehingga meminimalisasi
tekanan sosial tersebut.
Dewasa ini, perusahaan bukan saja dihadapi
oleh tekanan-tekanan teknis semata. Tekanan
non-teknis dianggap juga memiliki
pengaruh besar bagi keberlanjutan bisnis
di masa yang akan datang. Beberapa contoh hadirnya tekanan sosial kepada perusahaan sebagai akibat sering “abainya” perusahaan
dalam menyikapi aspek non-teknis adalah pertama,perusahaan tidak pernah
memahami dampak dari kegiatan operasinya. Padahal dalam kegiatan operasinya,
sekalipun dalam skala kecil dampak dari kegiatan ini tetap saja akan timbul.
Masalah ini sering muncul terutama bagi perusahaan di bidang ekstraktif.
Contohnya
seperti perusahaan perkebunan kelapa sawit
dan perusahaan HPH yang masih banyak menggunakan teknik tebang bakar dalam
membuka lahannya yang mengakibatkan munculnya
kebakaran hutan. Akibatnya bukan saja asap yang
membumbung, yang mengakibatkan penyakit ISPA bagi masyarakat sekitar,
namun kebakaran hutan yang merusak ekosistem hutan secara keseluruhan dan mengakibatkan hutan mengalami penurunan kemampuan
dalam menangkap air dan menghasilkan udara bersih.
Kedua,perusahaan
jarang melakukan konsultasi publik dengan
pemangku kepentingannya. Akibatnya, ketika
sebuah kejadian yang berdampak kepada pemangku kepentingan timbul, sikap saling bemusuhan
pun hadir. Padahal, melakukan sebuah
konsultasi publik sebetulnya merupakan
syarat wajib bagi perusahaan untuk
mendapatkan social license to operate dari para pemangku kepentingannya. Ijin
sosial ini penting untuk menjaga keberlanjutan kinerja perusahaan untuk masa
mendatang dan menjamin keuntungan finansial setiap tahunnya. Bisa disimak
bagaimana kasus Lumpur Lapindo Brantas yang tidak tuntas hingga detik ini, karena perusahaan tampaknya
sama sekali tidak pernah melakukan konsultasi dengan pemangku kepentingannya. Akibatnya, apa
yang hendak dibuat perusahaan selalu
salah di mata masyarakat dan selalu
menimbulkan kecurigaan.
0 komentar:
Posting Komentar